Ken Dedes, Wanita Utama Dari Desa Panawijen
Catatan Budaya Adiluhung.
Oleh: KP Norman Hadinegoro, SE.MM.
Jakarta, Januari 2023.
Sepenggalan kisah dari jaman Singasari
….. kengkis wetisira, kengkab tekeng rahasyanica, nener katon murub denira Ken Angrok …. (Sebuah kutipan dari Pararaton yang artinya: …. tersingkap betisnya, yang terbuka sampai rahasyanya, lalu kelihatan bernyala oleh Ken Angrok ….)
Ken Angrok memang tidak sengaja ! mungkin semua terjadi karena kehendak Dewata. Saat Ken Dedes yang sedang hamil muda duduk bercengkerama dengan suaminya, di taman Boboji, secara kebetulan Ken Angrok yang sudah bekerja di Tumapel mendapat angin baik; angin penyingkap kain istri sang Akuwu, hingga menyingkap terlihat betis dan paha, bahkan sampai jauh ke ujung yang disebut dalam kitab Pararaton sebagai “rahasianya” Ken Dedes. Penulis kitab Pararaton ketika itu tentu amat menghargai Ken Dedes, sehingga dengan gaya eufemistis mengguratkan kata “rahasianya” untuk menjelaskan suatu keterangan yang bersifat pribadi.
Nyala “rahasianya” Ken Dedes itu yang bikin Ken Angrok pusing. Pemuda ini tahu apa arti “rahasianya” wanita, namun nyala “rahasianya”Ken Dedes membuatnya gundah gulana. Ken Dedes kembangnya Keraton Tumapel asal desa Panawijen. Kecantikannya sempurna, tak ada wanita yang menyamai keindahan paras muka dan tubuh Ken Dedes yang semok dan menggairahkan menurut Pararaton. Kasmaran sira Ken Angrok tan wruh ring tingkahira …. jatuh cintalah Ken Angrok, tak tau apa yang akan diperbuatnya.
Angrok yang kasmaran dan penasaran, langsung menanyakannya pada pendeta Loh Gawe, asal India yang juga Bapak angkatnya. “Bapak Dang Hyang, ada seorang perempuan bernyala rahasianya, tanda perempuan yang bagaimanakah? Tanda buruk atau baik?” Dang Hyang menjawab: “Jika ada perempuan yang demikian, buyung, perempuan itu namanya nariswari. Ia adalah perempuan yang paling utama. Meskipun orang berdosa, jika memperistri perempuan itu, ia akan menjadi maharaja”. Ken angrok tertegun dan kemudian berkata: “Bapa Dang Hyang, perempuan yang bernyala rahasianya itu adalah istri sang Akuwu di Tumapel. Jika demikian Akuwu akan saya bunuh dan saya ambil istrinya. Tentu ia akan mati, itu kalau Bapak Dang Hyang mengijinkan. Loh Gawe menjawab, “Ya, tentu matilah, Tunggul Ametung olehmu. Hanya saja saya tak pantas memberi ijin itu kepadamu, itu bukan tindakan seorang pendeta. Batasnya adalah kehendakmu sendiri”.
*
Angrok pergi menemui Bapak angkatnya yang lain, Bango Samparan dan disarankan untuk memesan keris ke Mpu Gandring yang sakti dan bisa menusuk tembus Tunggul Ametung. Angrok menanti, dan mengambil keris pesanannya setelah membunuh Mpu Gandring si pembuat keris. Keris sakti dipinjamkan kepada kawannya, Kebo Ijo, untuk kambing hitam membunuh sang Akuwu. Ditengah malam pulas, Angrok membunuh Tunggul Ametung, Kebo Ijo yang dituduh karena semua orang mengira keris itu milik Kebo Ijo. Untuk menghilangkan jejak, Kebo Ijo langsung dibunuh Ken Angrok ketika tidur pulas setelah mabuk. Untuk melampiaskan dendam cintanya, Angrok langsung mengawini Ken Dedes yang sedang hamil tua. Di masa ahir hayatnya Angrok juga korban keris yang dilaknat oleh pembuatnya itu.
Baca juga:
Pledoi Pawang Hujan Mandalika
|
Ken Dedes memang nariswari (utama). Gadis desa Panawijen, di lereng timur gunung Kawi, putri pendeta Budha, Mpu Parwa, sejak remaja memang sudah ditakdirkan hidup dan menerima karunia sekaligus nestapa. Ketika disunting Tunggul Ametung, sebenarnya Ken Dedes lebih tepat diculik dan dikawin paksa dari pada dilamar dan dibawa ke rumah calon suaminya. Mpu Parwa ketika itu tengah bertapa, Tunggul Ametung tak sabar menanti lama-lama. Ken Dedes dilarikan ke Tumapel diperistri tanpa restu mertuanya.
Mpu Parwa kecewa dan menumpahkan sumpahnya, “Nah semoga yang melarikan anakku tidak lanjut mengenyam kenikmatan, semoga ia ditusuk keris dan diambil istrinya … Adapun anakku yang menyebabkan gairah dan bercahaya terang, kutukku kepadanya semoga ia mendapat keselamatan dan kebahagiaan besar”. Betul juga kenyataannya kemudian. Ken Dedes yang teramat cantik itu juga wanita yang ardanariswari. Siapa saja yang memperistrinya akan menjadi maharaja. Ken Dedes telah dicatat selama hidupnya nglakoni karma amandangi atau bertingkah laku sempurna, tanpa cela dan salah langkah.
Selain berkah rohani dan jasmani, perilakunya juga luput dari lelakon buruk. Sebagai wanita, Ken Dedes bernasib tidak begitu indah. Dimasa mekarnya kuncup kegadisannya, dia direnggut lelaki setengah tua bak Lutfiana Ulfa di jaman kini, bedanya Ulfa cinta banget dengan Syeh Puji sebagai pria idamannya. Baru merasakan nyamannya perubahan tubuh berbadan dua, suami resminya yang dikatakan amat menyayangi, tahu-tahu dibunuh lelaki yang ia saksikan di depan matanya, tapi tak bisa apa-apa. Di masa hamil tua menjelang persalinan, Ken Dedes harus rela dinikahi Ken Angrok sebagai pendamping baru di purinya. Pararaton mengkisahkan antara Ken angrok dengan Ken Dedes adalah memang jodoh yang disetujui dewa-dewa, dan memang sudah lama saling naksir.
*
Ken dedes yang sampai akhir hayat menjadi permaisuri di Singasari, juga menjadi ibu suri dari beberapa putra-putri, termasuk anak lelaki tunggal, Anusapati, putra dari Bapak biologisnya Tunggul Ametung. Karena merasa diperlakukan berbeda dengan para saudaranya di keraton, maka bertanyalah Anusapati pada ibunya, dan Ken Dedes terpaksa membuka rahasia lama perihal matinya Tunggul Ametung. Ken Dedes tak kuasa melawan kehendak dewata waktu Anusapati meminta keris Mpu Gandring. Ken Dedes hanya merasakan kutukan yang akan menimpa diri Ken Angrok. Ken Dedes kemudian harus menahan rasa kewanitaannya ketika Anusapati mati pula ditembus keris Mpu Gandring oleh Toh Jaya, putra tiri dari istri ke dua suaminya.
Dalam sejarah dicatat keturunan Ken Dedes dari benih Tunggul Ametung jauh sampai ke cucu-cicitnya. Juga dari benih Ken Angrok, Ken Dedes memberikan putra-putrinya, cucu dan keturunannya. Sampai digaris keturunan ke empat, terjadi penyatuan antara keturunan Ken Dedes dari darah Ken Angrok dengan keturunan Ken Dedes dari darah Tunggul Ametung. Peristiwa ini kita ketahui dari pernikahan Raden Wijaya dengan dua putri Kertanegara, yang tercatat sebagai manusia-manusia tangguh dan besar yang meneruskan tradisi kerajaan, bukan di Singasari lagi namun raja besar dalam sejarah Indonesia kuno …. Majapahit. Tidak ada keterangan yang pasti kapan istri Tunggul Ametung dan Ken Angrok ini menutup ajal. Padahal dari rahim Ken Dedes inilah telah menurunkan raja-raja besar Majapahit, dinasty Rajasa, termasuk Kertanegara dan Hayam Wuruk.
Nama besar Ken Dedes selalu muncul dalam tafsir masyarakat jaman dulu dan kini. “Ini candi Ken Dedes, patung batu yang ada di museum, itu patung Ken Dedes”, begitulah soal candi di Singasari dan arca Prajnaparamita. Terkadang tampa sadar, orang masa kinipun lebih mengagumi Ken Dedes yang cantik. Beberapa rekan saya bahkan membandingkan kecantikan Manohara dengan kesempurnaan paras Ken Dedes. Wanita dari Panawijen itu adalah perempuan utama dan penurun raja-raja besar Jawa Timur di masa lampau.
Arca Prajnaparamita sebagai puncak maha karya seniman patung di jaman Singasari, temuan di candi kecil tak jauh dari candi Singasari-Malang, dianggap perwujudan Ken Dedes! Prajnaparamita adalah nama dewi yang sejajar dengan dewa-dewi lainnya. Perwujudannya sangat cantik, dianggap sebagai dewa ilmu pengetahuan, karena diarcanya terdapat sulur teratai yang menanggung keropak atau kitab. Wujud arca Ken Dedes dalam tafsir masyarakat pengagumnya disamakan dengan dewi Prajnaparamita. Mungkin sudah nasib Ken Dedes, tetap baik citranya dimasyarakat hingga kini. Namanya dipuja dan wujudnya disamakan dengan dewi Prajnaparamita. Arca Prajnaparamita itu ditatah pemahatnya delapan abad silam, pernah lama terlantar, ditemukan direruntuhan candi kecil dekat candi Singasari,